Senin, 31 Maret 2014

Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1936 di Pura Dharma Kerthi Lagoi, Bintan (1)

Sembahyang sejenak sebelum Melasti di Pura Dharma Kerthi,
Sabtu (29/3). F/Faradilla
Diawali Ritual Melasti, Tampilkan Ogoh-ogoh Bertemakan Anak Muda 

Bila hendak menyaksikan upacara keagamaan umat Hindu di Pulau Bintan, cukup datang ke kawasan Pasar Oleh-oleh Lagoi. Meski tak seramai di Bali, bagi umat Hindu di sini, Nyepi punya arti tersendiri.

FATIH MUFTIH, Bintan.

Data mutakhir pemeluk agama Hindu yang bermukim di Kepuluan Riau menyebutkan, ada 10.235 orang yang tersebar di seluruh kabupaten/kota. Batam ada di peringkat pertama dengan total 8.961 orang. Sedangkan Bintan di urutan kedua dengan jumlah 624 orang. Ada pun pemeluk agama Hindu yang tinggal di Tanjungpinang, ibu kota Kepri, hanya 75 orang saja. “Tapi ini data per Desember 2013 lho, Mas,” terang Purwadi, penyuluh agama Hindu Kantor Wilayah Kemenag Kepri, Jumat (22/3), sepekan lalu. Sementara hingga Maret ini, kata dia, data itu belum diperbarui. Dikarenakan setiap tahunnya, angka-angka ini terus mengalami perubahan. “Trennya, tiap tahun makin menyusut,” lanjutnya. 

Siang itu, Batam Pos berkesempatan berbincang sejenak dengan pria asal Kediri di kantornya di Senggarang, Tanjungpinang. Obrolannya, seputar persiapan umat hindu menyambut hari raya Nyepi tahun baru Saka 1936 di Kepri. Purwadi menjelaskan, perayaan paling meriah biasanya ada di Batam. Ada benarnya penjelasan Purwadi. Dikarenakan jumlah pemeluk Hindu cukup tinggi di sana. Lantas, bagaimana perayaan Nyepi di Tanjungpinang? Mendengar pertanyaan itu, Purwadi, yang sudah tinggal di Kepri selama 12 tahun ini mengulum senyum. “Tanjungpinang kan belum ada pura,” ucapnya. Sehingga, selama rentang masa tinggal itu, setiap kali tiba perayaan keagamaan, Purwadi dan keluarganya mesti ‘melipir’ ke Bintan. “Di Bintan ada dua pura. Pura Girinata Puncaksari, di Gunung Kijang dan Pura Kerthi Dharma di Lagoi,” ujarnya. 

Kemudian Purwadi beringsut sejenak ke balik mejanya. Ketika kembali, pria murah senyum membawa secari kertas. “Ini undangan perayaan Nyepi dari Keluarga Besar Hindu Dharma (KBHD) Bintan,” ujarnya seraya menyorongkan bundelan undangan tersebut. Purwadi mengatakan, sudah menjadi tradisi saban tahunnya, umat Hindu di Tanjungpinang  merayakan hari raya Nyepi di Lagoi. “Karena yang di Kijang itu umatnya kan sedikit. Sekitar 15 orang saja,” jelasnya. 

Disinggung mengenai pawai ogoh-ogoh, yang galib dikirab jelang perayaan Nyepi, Purwadi menyebutkan hanya ada di Lagoi saja. “Karena di sana lebih ramai. Saya dan teman-teman yang lain juga akan ke sana,” katanya. “Mau gimana lagi, neng kene sithik umate,” katanya, dengan bahasa Jawa yang fasih. 

Kamis, 20 Maret 2014

Andy Zulkifli, Pensiunan New York Police Department asal Tanjungpinang

Tampilan feature ini di halaman depan
Riau Pos, Kamis (6/2/14) F/ist
Dijuluki James Bond Melayu, Kepalanya Pernah Dihargai 50 Ribu Dollar

Pengemudi mobil van itu beruntung, dua pelor dari komplotan gangster itu tidak menembus perutnya. Keesokannya, ia membalas serangan itu dengan menyergap David Thai, dedengkot Born To Kill, gangster paling ditakuti di New York. Itu bukan cuplikan adegan film Hollywood. Karena pengemudi itu bernama Andy Zulkifli, orang Tanjungpinang.

FATIH MUFTIH, Tanjungpinang.

Adegan filmis itu Andy Zulkifli ceritakan ulang di Kedai kopi Ria di Jalan Bintan. Kedai ini tempat pertemuan berbagai kalangan. Tidak ada sekat atau batasan status di kedai kopi ini. Mulai dari kalangan pejabat, pengusaha, seniman, pengangguran, pengojek, atau pun pensiunan. Semuanya gemar menyeruput kopi paginya di sini. Termasuk Andy Zulkifli, atau yang biasa disapa Bang Zul, oleh teman-teman semejanya. 

Di meja bundar barisan depan, Zul sibuk membolak-balik halaman empat harian pagi yang ia beli di Bintan Agency. Sudah jadi rutinitasnya, membaca koran sambil menyeruput teh. "Saya kurang suka kopi," ujarnya. Karena pasangan kopi adalah rokok, maka pensiunan kelahiran 10 Oktober 1951 silam ini pun tidak merokok. Di atas mejanya, selain koran, ada beberapa biji singkong goreng. 

Karena pola hidupnya yang tergolong biasa, tidak banyak orang Tanjungpinang yang mengenalnya. Meski, dirinya pernah 20 tahun tercatat sebagai perwira New York Police Department (NYPD), kantor polisi ternama di kota New York, Amerika Serikat. Kota metropolis dunia dengan tingkat kriminalitas yang tinggi. "Tidak banyak koran lokal yang menulis tentang saya," ujar Zul. Namun, bukan berarti tidak ada media yang pernah menulisnya. Namanya termaktub pada buku 77 Sosok Terkemuka Kepri, karya Trisno Aji Putra. Selain itu, majalah Asia Week yang terbit di Hongkong pernah menulis sosoknya dengan judul "The Hungry Detective". Sementara The Straight Time, harian ternama Singapura, menyebut Zul sebagai James Bond Melayu. 

Bagaimana tidak, pria kelahiran Tarempa ini pernah menjabat sebagai detektif internasional untuk membongkar kasus-kasus besar. Semisal, penjualan barang-barang palsu, pencucian uang, hingga mencari buron kelas kakap. "Juga soal traficking di Indonesia," sebut Zul. Bahkan, karena sederet prestastinya membongkar kasus-kasus itu, oleh kantor kerjanya, Zul diminta untuk membongkar kasus perdagangan manusia di kawasan Asia Tenggara. Ajakan itu, tentu tak disia-siakannya. "Karena bertugas di kampung halaman," ucapnya.

Makyong Muda Sanggar Ledang Balai Tuan Habieb Tanjungpinang

Pelakon Makyong cilik sedang menunjukkan
kebolehannya. F/ist
Dikemas Lebih Kenes, Lebih Lucu dari OVJ

Galibnya, kesenian Makyong ditampilkan pelakon dewasa. Namun, bukan berarti anak-anak tak dapat membawakannya. Di tangan mereka, Makyong punya takrif sendiri. 

FATIH MUFTIH, Tanjungpinang

Kepala raja Cik Wang pusing tujuh keliling. Istri tercintanya, Putri Nang Kanong, yang sedang berbadan dua, lagi ngidam. Bukan sembarang ngidam. Lantaran permaisuri cantik itu meminta dihidangkan daging rusa putih bunting sulung sulung ayah sulung bunde sulung segenap hutan cerang rimbanya. Maka, dipanggillah Awang Pengasuh untuk mencari orang sakti yang bisa menuruti permintaan putrinya. 

Awang Pengasuh pun menghadap Wak Perambun, orang tua yang dikenal sakti lagi digdaya. Sebab perintah raja Cik Wang, Wak Perambun pun menyanggupinya. Berbekal panah mercudewa, Wak Perambun menjelajah hutan belantara. Singkat cerita, Wak Perambun pun bertemu anak naga yang berkenan menunjukkan rusa permintaan tuan putri. Terkejutlah Wak Perambun, karena rusa yang diminta raja, ternyata adalah bidadari kahyangan bernama Putri Nang Nora. 

Kisah di atas adalah lakon singkat kesenian Makyong berjudul Wak Perambun yang dibawakan bocah-bocah dari Sanggar Ledang Balai Tuan Habieb Tanjungpinang, Sabtu (1/3), akhir pekan lalu. Pergelaran ini sengaja ditaja guna merayakan tahun jadi kedua grup Makyong muda di bawah Yayasan Konservatori Seni di Jalan Kuantan Nomor 13, Tanjungpinang. 

Tidak ada panggung besar dan kilau lampu gemerlap dalam pertunjukan berdurasi satu jam itu. Karena digelar di sepatak lahan terbuka beralas tikar di tepi jalan. Hanya ada beberapa lampu sorot dan puluhan lampu colok temaram di sekitar area pertunjukan. Namun, tidak lantas mengurangi antusiasme pengunjung. Terlihat, ada ratusan orang yang rela berdiri di tepi jalan untuk menyaksikan pementasan. "Saya kira tadi ada ribut-ribut apa. Rupanya pentas seni," ucap Kanitreskrim Polsek Bukit Bestari AKP Efendri Ali, yang tinggal beberapa meter dari lokasi pertunjukan. 

Diiringi gaung gong dan dengung momong, empat bocah perempuan berbalut songket hijau menari. Langkah mereka kian semarak seiring tetabuh gendang pengibu, gendang penganak, dan gendang kedombak. Tawa penonton sontak meledak ketika menyaksikan tingkah laku Awang Pengasuh berdialog dengan raja Cik Wang. Terlebih ketika kekeliruan justru dijadikan banyolan.

JPU Lupa Lepas Gari Terdakwa

Syabrial dengan tangan bergari. F/ist
TANJUNGPINANG (BP) - Terdakwa kasus penggelapan uang perusahaan, Syabrial menjalani sidang dengan tangan bergari, di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Kamis (20/3). Hingga sidang beragendakan pemeriksaan saksi, gelang besi itu tidak juga dilepaskan dari tangan Syabrial. "Waduh, saya tadi tidak memperhatikan kalau tangannya masih terborgol," kata Ketua Majelis Hakim Jarihat Simarmata, yang dijumpai sesaat usai persidangan. Jarihat menjelaskan, sudah peraturannya, terdakwa yang menjalani sidang tidak digari kedua tangannya. "Kecuali memang darurat dan dirasa mengkhawatirkan," jelasnya. 

Hal yang sama diutarakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), M. Soleh. "Saya kira tadi sudah dilepas," ucapnya. Atas kealpaan itu, Soleh sudah sempat memohon maklum kepada terdakwa. Terkait hal ini, Syabrial sendiri juga tidak mempermasalahkannya lebih lanjut. "Cuma kaget aja kok tangan saya masih diborgol," ucapnya. 

Beberapa hari belakangan, memang ada penampakan baru di PN Tanjungpinang. Para terdakwa yang berstatus sebagai tahanan Kejaksaan Negeri (Kajari) Tanjungpinang, ketika melakoni persidangan, diharuskan mengenakan rompi tahanan berwarna merah mencolok. Kemudian, ketika digiring dari sel pengadilan menuju ruang sidang, kedua tangan mereka juga harus dalam keadaan bergari. "Untuk jaga-jaga biar tak ada yang kabur lagi," kata Syafaad, sipir kejaksaan. 
Tindakan preventif yang diambil Kajari ini tak lepas dari dua tahanan kabur ketika hendak menjalani persidangan. Sebelumnya, ada Hermawan Syahputra, terpidana perkara korupsi dana hibah KPUD Karimun. Dan yang paling gres, dua minggu lalu, Agus Syamsudin, terpidana kasus asusila, juga sempat melarikan diri sesaat sebelum persidangan.

Candu, Pemicu Perang Riau

Alat isap candu di Museum Sultan Sulaiman
Badrul Alamsyah Tanjungpinang. F/Yusnadi
TANJUNGPINANG (BP) - Sejarah mencatat candu, opium, madat, atau tengkoh pernah menjadi komoditi legal di Keresidenan Riau dan daerah taklukannya. Termasuk dalam lingkup itu adalah Tanjungpinang. Sebagai ibu kota sekaligus pusat pengendalian monopoli perdagangan candu, maka Residen Riouw pun membangun kantor atau gudang penyimpanan candu. "Itu yang sekarang jadi Bestari Mall," kata Anto Rambey, petugas Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah (SSBA) Tanjungpinang.

Kemudian Rambey, begitu laki-laki ini akrab disapa, memperlihatkan lima alat pengisap candu yang menjadi koleksi Museum SSBA. Kelima alat itu diyakini sebagai alat isap yang banyak digunakan masyarakat Tanjungpinang, utamanya etnis Tionghoa, akhir abad 18. Bentuknya unik dan beragam. Pun panjang pipanya. Dari 25-45,5 sentimeter. Begitu juga bentuk tabungnya. Ada yang bermotif bunga dari keramik hingga ukiran dekoratif. Sementara bahan dasarnya, ada yang terbuat dari besi, kuningan, dan bahkan perak. "Kalau sekarang kita mengenalinya sebagai bong," ucap Rambey.

Selain sebagai komoditi dagang, candu punya kisah tersendiri di balik penetapan hari jadi Kota Tanjungpinang. Aswandi pernah menjelaskan, Februari 1782 di perairan Tanjungpinang, datang kapal Inggris bernama Betsy. Kapal itu disinyalir membawa barang-barang perdagangan. Termasuk di dalamnya, 1.154 peti berisi candu. Kapal itu kemudian dibajak oleh pembajak dengan kapal La Sainte Therese yang dinakhodai Mathurin Barbaron, nakhoda asal Perancis.