Alat isap candu di Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah Tanjungpinang. F/Yusnadi |
TANJUNGPINANG (BP) - Sejarah mencatat candu, opium, madat, atau tengkoh pernah menjadi komoditi legal di Keresidenan Riau dan daerah taklukannya. Termasuk dalam lingkup itu adalah Tanjungpinang. Sebagai ibu kota sekaligus pusat pengendalian monopoli perdagangan candu, maka Residen Riouw pun membangun kantor atau gudang penyimpanan candu. "Itu yang sekarang jadi Bestari Mall," kata Anto Rambey, petugas Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah (SSBA) Tanjungpinang.
Kemudian Rambey, begitu laki-laki ini akrab disapa, memperlihatkan lima alat pengisap candu yang menjadi koleksi Museum SSBA. Kelima alat itu diyakini sebagai alat isap yang banyak digunakan masyarakat Tanjungpinang, utamanya etnis Tionghoa, akhir abad 18. Bentuknya unik dan beragam. Pun panjang pipanya. Dari 25-45,5 sentimeter. Begitu juga bentuk tabungnya. Ada yang bermotif bunga dari keramik hingga ukiran dekoratif. Sementara bahan dasarnya, ada yang terbuat dari besi, kuningan, dan bahkan perak. "Kalau sekarang kita mengenalinya sebagai bong," ucap Rambey.
Selain sebagai komoditi dagang, candu punya kisah tersendiri di balik penetapan hari jadi Kota Tanjungpinang. Aswandi pernah menjelaskan, Februari 1782 di perairan Tanjungpinang, datang kapal Inggris bernama Betsy. Kapal itu disinyalir membawa barang-barang perdagangan. Termasuk di dalamnya, 1.154 peti berisi candu. Kapal itu kemudian dibajak oleh pembajak dengan kapal La Sainte Therese yang dinakhodai Mathurin Barbaron, nakhoda asal Perancis.
Kapal Betsy, lanjut Aswandi, kemudian dibawa oleh Mathurin ke Malaka yang dikuasai VOC. Yang Dipertuan Muda Riau IV Raja Haji Fisabilillah yang mengetahui kejadian itu, lantas meminta pemerintah VOC di Malaka membagi hasil rampasan dari kapal yang dibajak oleh nakhoda asal Perancis itu.
Akan tetapi, pemerintah VOC di Malaka menolak untuk membagi hasil rampasan. Situasi pun memanas. Akibatnya, pasukan VOC dari Malaka menyerang Tanjungpinang. Raja Haji tidak tinggal diam. Berkat siasat perangnya yang tak tertandingi, pasukan Riau berhasil menghalau serangan tersebut. Tidak tanggung-tanggung. Satu kapal komando milik VOC bernama Malaka's Walvaren berhasil dikaramkan di perairan sekitar Pulau Penyengat pada 6 Januari 1784. Sehingga Budayawan Melayu, Rida K Liamsi juga memasukkan peristiwa heroik ini dalam makalah yang menjadi sumber utama menetapkan hari jadi Tanjungpinang.
"Repro lukisan perang Malaka's Walvaren juga ada di sini," kata Rambey, yang kemudian menunjuk lukisan besar bergambar tanjung dengan beberapa bukit dan sejumlah kapal perang. Repro lukisan itu dipajang di beranda museum SSBA. (cr8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar