Jumat, 15 Agustus 2014

Lebih Dekat dengan Khairan Aldhy (18), Sutradara Muda asal Tanjungpinang

Wulan Guritno dan Khairan Aldhy ketika syuting teaser
Heaven Island di Tanjungpinang. F/Dok Aldhy.
Ingin Menduniakan Kepulauan Riau, Heaven Island Siap Digarap ke Layar Lebar 

Tak syak, Tanjungpinang adalah arsenal seniman. Mulai dari Raja Ali Haji hingga Khairan Aldhy. Nama terakhir, adalah bocah 18 tahun yang telah menyutradarai dua film. Apresiasi atas karyanya datang dari para pesohor. "Di umur 18 tahun dia bisa buat film bertaraf internasional. Pegang omongan gue, this will go big," tulis Wulan Guritno di akun Path pribadinya. 

FATIH MUFTIH, Tanjungpinang. 

Sepintas, wajah Khairan Aldhy tak merepresentasikan usianya. Bagi yang kali pertama bersua dengannya, akan sulit percaya, bahwa usia Aldhy, demikian ia akrab disapa, belum genap 20 tahun. Namun, meski usianya belum genap berkepala dua, remaja satu ini tak bisa dipandang sebelah mata. Terlebih atas apa yang dilakukannya untuk Kepulauan Riau. 

Maka benarlah kata-kata mutiara dari George Eliot, novelis Inggris akhir abad 19, yang mengatakan, jangan menilai buku dari kavernya. Usia yang sedang dijalani Aldhy tak membuatnya berdiam diri. Dengan segenap kecintaan dan ketulusannya, ia melahirkan dua karya. 


Karya yang dihasilkan pemilik akun twitter @aldhynosaurus ini bukan buku sastra, sebagaimana lazimnya seniman Tanjungpinang. Akan tetapi lebih kompleks; film. Sejak menekuni dunia perfilman sekitar lima tahun lalu, tercatat Aldhy sudah menyutradarai dua buah film. 

"Bukan dua. Masih satu kok, yaitu Lebaran The Movie. Satunya lagi itu teaser film Heaven Island," terang remaja kelahiran Cilegon 18 April 1996 ini, dijumpai Batam Pos, di Kedai Kopi Jalan Bintan, Senin (21/7) malam.  

Barangkali belum banyak yang mengerti definisi teaser. Dengan bahasa sederhana, Aldhy menjelaskan, teaser adalah adegan atau gambar yang akan mengundang rasa ingin tahu penonton tentang kelanjutan cerita utuhnya. Medium teaser ini pula yang Aldhy garap dengan segenap keseriusan. Karena ia menilai, sebuah film yang sukses bisa ditakar dari kepiawaian sang sutradara meracik teaser. "Teaser ini juga yang akan gue jadikan sebagai promo Heaven Island ke produser-produser film yang ada di Jakarta," ujarnya. 

-------------------------------

Tentang Heaven Island

Heaven Island adalah sebuah gagasan sekaligus mimpi besar Aldhy dalam berkarya. Melalui film, anak kedua dari tiga bersaudara ini ingin menduniakan Kepulauan Riau. Kenapa harus Kepulauan Riau? Berdasarkan hasil pembelajaran produksi film yang ditekuninya di bawah asuhan sutradara ternama Indonesia, Hanung Bramantyo, Aldhy memperoleh wawasan baru. Bahwasanya dewasa ini, jagat perfilman Indonesia sedang merindukan sinema-sinema yang punya rasa keindonesiaan. Aldhy tak omong kosong tentang ini. "Itu berdasarkan penelitian terhadap film-film Indonesia paling laris lima tahun belakangan ini," tegasnya.

Sehingga setelah pulang ke Tanjungpinang, Aldhy merasa Kepulauan Riau punya segala hal yang dibutuhkan perfilman Indonesia. Mulai dari lansekap panoramanya yang memukau mata, kondisi kulutural masayarakatnya yang masih terjaga, dan kekurangjangkauannya Kepulauan Riau secara global. "Gila banget. Kepri ini komplet. Punya semuanya. Belum lagi, gue bisa jamin, ongkos produksi bisa rendah di sini dibandingkan dengan di kota-kota lain," katanya. 

Berlandaskan dari itu, selama setahun setelah Lebaran The Movie yang dirilis 2011 silam, Aldhy lekas meriset hal-hal berkenaan Kepulauan Riau yang bisa digarap menjadi sebuah sajian film yang belum pernah ada di Indonesia sebelum-sebelumnya. Maka tercetuslah gagasan untuk menulis skenario Heaven Island, atau yang bila diterjemahkan berarti Pulau Surga. 

Selain mengenalkan panorama-panorama memanjakan mata Kepulauan Riau, pada skenario teaser ini Aldhy tak lupa mengait-eratkannya dengan kultur khas Melayu yang tak dipunya daerah lain. "Sampai gue terpikir, kenapa nggak ngangkat fenomena Suku Laut, yang benar-benar khas Kepri," paparnya. Gagasan ini kemudian ia diskusikan dengan sesama rekan sineas di Jakarta. Ide ini, tuturnya, kemudian banyak mendapatkan dukungan. Termasuk dari sang guru, Hanung Bramantyo. Pujian dari Sutradara terbaik Festival Film Indonesia 2007 ini bukan malah membuat Aldhy melambung. Namun, dijadikannya sebagai cambukan. 

Dibutuhkan waktu sekitar sebulan baginya untuk merampungkan gagasan Heaven Island. Aldhy tak memungkiri bila banyak pihak yang amat membantu proses di balik kemunculan teaser film ini. "Pokoknya banyak banget deh diskusi dan sampai dibantuin meriset," tuturnya. Sehingga, skenario teaser ini pun akhirnya rampung setelah melalui proses perdebatan ketat demi menjaga kualitas serta orisinalitasnya. 

Namun, tiba pada problema selanjutnya. Sebagai seorang sutradara, Aldhy tentu punya insting pemeran utama yang diinginkan mampu menjembatani gelisah hati Laila, tokoh utama, melihat kondisi Suku Laut. Lalu, Hidayat Harianto alias Githo, asisten sutradara, membuat daftar pilihan aktris yang dirasa memiliki kapabilitas memerankan Laila. Mulai dari Revalna S. Temat, Pevita Pearce, Acha Septriasa, Titi Sjuman, hingga Luna Maya. Akan tetapi, pada akhirnya, pilihan justru jatuh pada aktris kawakan Wulan Guritno. 

Aldhy menceritakan, proses pemilihan Wulan Guritno sebagai pemeran Laila pun punya cerita unik tersendiri. Saat itu, Githo sudah tersambung dengan manajer Wulan Guritno. "Tapi si manajernya ini pas tahu gue umur 18 tahun langsung bilang begini, 'kalian pikir-pikir dong. Mbak Wulan ini artis senior. Masa disuruh main sama anak kemarin sore,'" kata Aldhy menirukan penolakan halus yang dilontarkan manajer Wulan Guritno. 

Namun, Aldhy beserta Githo tetap meminta manajer tersebut untuk menyodorkan skenario yang disodorkannya kepada Wulan Guritno. "Si manajer itu bilang, 'nggak janji ya. Mbak Wulannya masih sibuk'. Gue inget betul kalimat itu," ungkap Aldhy. 

Seketika itu, Aldhy merasa daftar yang sudah disusun asistennya mengalami kebuntuan. Karena tak satu pun dari mereka yang bersedia ambil bagian dari produksi teaser ini. Aldhy mengaku sempat frustasi. Namun, niatan tulusnya menduniakan Kepulauan Riau pada akhirnya menemukan jawaban. "Gue percaya aja. Gue berkarya ini sebagai ungkapan terima kasih gue buat Kepulauan Riau yang udah kasih banyak banget value buat kehidupan gue dan orang tua gue," kenangnya. 

Pada suatu malam, sebuah surat elektronik masuk ke kotak pesan Aldhy. Awalnya, ia tak semangat. Barangkali penolakan-penolakan manajer aktris lagi, begitu pikirnya. Hanya saja, setelah membuka pesan tersebut, Aldhy justru jingkrak-jingkrak. "Itu email dari Wulan Guritno pribadi. Di situ, dia secara langsung menyatakan ketertarikannya dengan skenario gue. Doi mengaku sudah baca dan menyatakan kesanggupannya untuk memperankan Laila," ungkap Aldhy. 

Segala persiapan pun makin dikebut. Kesanggupan Wulan Guritno dirasa Aldhy sebagai indikasi positif proses produksi teaser ini akan berjalan sukses. Benar saja. Sutradara yang menekuni sinematografi di Dapur Film ini kemudian menggandeng kembali beberapa kru yang telah berperan banyak pada film pertamanya. Menariknya, selain penata kamera, Aldhy banyak menggunakan tenaga asli Tanjungpinang untuk membantu produksinya. Untuk itu, penggemar klub sepak bola Bayern Muenchen ini punya alasan tersendiri. 

"Karena gue rasa mereka punya ketulusan yang sama dengan gue. Bukan melulu money oriented. Tapi, gimana Tanjungpinang ini bisa maju. Jadinya, gue panggil lagi temen-temen yang bantu-bantu di Lebaran The Movie. Toh mereka ini punya skill juga. Tapi jarang aja ke-blow up," terang Aldhy. 

Setelah fiksasi jadwal syuting Wulan Guritno dengan seluruh kru, yang mayoritas anak Tanjungpinang, proses produksi teaser Heaven Island pun digegas. Tak butuh waktu lama. Karena juga mempertimbangkan padatnya agenda seorang aktris sekaliber Wulan Guritno. "Proses take gambar cuma empat hari aja di seputaran Tanjungpinang dan Bintan," beber Aldhy. 

Selama proses pengambilan gambar, Aldhy menyebutkan, tak banyak kendala yang dihadapinya. Pasalnya, pada proses produksi ini Aldhy sudah banyak belajar dari pengalaman proses syuting Lebaran The Movie. Pengelola cafe Kedai Kopi Jalan Bintan ini tak memungkiri, karya pertama adalah pengalaman yang banyak mendewasakannya dalam karya-karya selanjutnya. 

Setelah syuting rampung, proses produksi teaser Heaven Island selanjutnya seperti mendapatkan pelbagai kemudahan. "Gue kok ngerasa mestakung alias semesta mendukung," sebut Aldhy. Lantaran kini, Wulan Guritno menyatakan kepuasannya setelah melihat hasil teaser yang Aldhy pertontonkan di rumahnya, Jumat (18/7) lalu. Itu ditunjukkan istri Adilla Dimitri ini lewat jejaring sosial Path-nya. 

"Preview teaser 'Heaven Island' tentang suku laut di Kep. Riau merinding bagus banget semuanya. Dari gambar shootnya, musik, semuanya. Can't wait for the whole movie. Good job Aldhy, so proud! Di umur 18 tahun bisa buat film bertaraf internasional. Pegang omongan gue, this will go big, you will go big, satu lagi Indonesia punya sineas muda bukan cuma bertalenta, tapi sangat! Semangat!" Wulan menulis kekaguman itu sesaat usai menyaksikan teaser yang Aldhy garap. 

Dalam menyunting gambar, Aldhy bahkan tidak mau main-main. Ia menggandeng penyunting beken sekelas Aline Jusria, yang mengaku tertantang setelah Aldhy sodorkan kepingan video yang sudah diambilnya. Kehandalan Aline tak pelak menerbitkan binar kekaguman bukan main pada Wulan Guritno. 

Wulan sendiri juga tak segan-segan menyatakan kekaguman serta keheranannya pada sosok Aldhy. Semua itu bisa dilihat dari video di balik layar Heaven Island yang sudah diunggahnya ke kanal Youtube. "Pas pertama ketemu, dia cukup gigih sih. Terus pas kontak-kontak via twitter, kaget aja followernya aja Hanung Bramantyo. Aku terus penasaran, siapa sih ini anak. Terus setelah komunikasi beberapa kali, aku pikir ini anak menarik. Di usianya yang baru 18 tahun udah berpikir sejauh ini. Cita-citanya tinggi. Jadi aku bilang, I gonna do this movie," ucap Wulan pada video berdurasi 35 menit itu. 

Kekaguman Wulan tak berhenti di sini. Wulan bahkan berani menjanjikan, bila Aldhy tak kunjung jua menemukan calon produser yang akan menggarap teaser ini ke layar lebar, ia akan memproduserinya sendiri. Tidak tanggung-tanggung, bahkan penulis skenario sekaliber Titien Watimena pun sudah menyatakan kesediaannya bergabung pada proyek film ini. 

"Sudah banyak sih produser di Jakarta yang nyatain keinginanannya. Tapi, gue gak mau gegabah," ujar Aldhy. Ia tak ingin ketergesa-gesaannya nanti justru menghancurkan mimpi yang sudah dibangunnya sejak lima tahun silam ini. Oleh karena itu, Aldhy masih mengharapkan dukungan moril dan materiil dari pemerintah daerah. Baik itu Pemprov Kepri, Pemko Tanjungpinang, maupun Pemkab Bintan dalam mendukung perwujudan Heaven Island ke layar lebar. "Gue kepengin film ini nantinya bukan punya gue aja. Tapi punya masyarakat Kepulauan Riau," ujarnya. 

Setelah banyak sineas-sineas ternama ibu kota yang meyakini film ini bisa diproduksi untuk kelas layar lebar dan edar di bioskop di seluruh Indonesia, Aldhy memprediksikan, tahun depan Heaven Island bakal sudah mulai diproduksi menjadi film seutuhnya. "Ya doain aja, 2015 ini bisa mulai shooting dan bisa lekas tayang di bioskop atau diikutin di festival film nasional atau internasional," pinta Aldhy. 

Karena itu, demi fokus kepada cita-citanya menjadi seorang sutradara, Aldhy memilih untuk menunda kuliahnya setahun ke depan usai merampungkan pendidikan di Home Schooling Kak Seto April silam. Karena seusai produksi Heaven Island ke layar lebar, Aldhy punya rencana besar untuk kian mematangkan dirinya sebagai sutradara sekaligus produser film kelas wahid. 

Fans timnas sepkabola Jerman ini berencana akan mengambil kursus singkat tentang produksi film di Amerika Serikat. "Ya kalau nggak ada halangan sih mau belajar lebih jauh lagi di New York Film Academy selama tiga bulan," bebernya. Dari sini, kata dia, kecintaan serta gairahnya akan dunia film bisa kian terasah. 

Kepada generasi muda Tanjungpinang yang juga punya hobi di dunia film, Aldhy memberikan tak segan membagikan kiat-kiatnya. Menurutnya, untuk menjadi seorang pekerja film yang hebat, khususnya di bidang penyutradaraan, dibutuhkan keberanian untuk total bahwa karya ini akan mampu menghidupi. "Film itu kayak anak. Bagus-jeleknya anak itu kan tergantung orang tuanya juga. Selain itu, selama proses pembelajaran produksi film juga harus dinikmatin dan diperjuangkan," ungkapnya. 

Dalam tiga atau lima tahun ke depan, melalui momentum Heaven Island ini, Aldhy meyakini, akan muncul gairah-gairah pemuda Tanjungpinang lainnya untuk melakukan hal yang sama dengan yang sudah Aldhy geluti. Bila benar demikian, Aldhy menilai kondisi ini bukan sebuah persaingan. "Tapi ini bakal jadi benefit buat Tanjungpinang sendiri. Karena akan banyak mata orang yang tertuju ke Tanjungpinang lewat film-film yang diproduksi sineas mudanya," pungkas Aldhy. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar